
Cekaer.com,– Terletak Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Bawomataluo adalah Desa Budaya yang dikenal dengan tradisi “Fahombo Batu” (Lompat Batu). Sebuah ritual budaya khas Nias Selatan yang menandakan “inisiasi” seorang anak lelaki sudah menjadi dewasa dan siap untuk bertempur mempertahankan kampungnya dari ancaman luar.
Sejak menyandang status sebagai desa budaya, Bawömataluo memiliki agenda budaya tahunan yang disebut sebagai Festival Budaya Bawomataluo.
Mengunjungi Bawomataluo terletak di puncak bukit, kita harus menapaki tangga batu, tidak terlalu tinggi dari pintu masuk dan tempat parkir kendaraan yang dikelola oleh BUMDES Pemerintah Desa Bawomataluo.
Sesampainya di puncak kita akan melihat jajaran rumah asli Nias Selatan yang tertata rapi sepanjang jalan yang sekaligus merangkap pelataran *alun-alun) kampung untuk melaksanakan berbagai acara adat seperti Maena (tarian masaal) semacam “line dance”, fahombo batu maupun tari perang dan lain-lain.
Desa yang memilik 9 dusun ini semua rumahnya tertata berjajar rapi di tepi halaman yang luas merangkap jalan tadi . Kearifan lokal leluhur masyarakat Bawomataluo ini adalah dari sisi penataan ruang wilayah desa.

Sayangnya banyak rumah-rumah masyarakat yang sudah tidak lagi mempertahankan ciri khas rumah adat Nias Selatan, Banyak rumah yang meskipun secara arsitektur masih mempertahankan rumah asli Nias Selatan, namun kebanyakan sudah mengganti atap rumah dengan atap seng dan bahan atap genteng imitasi. Rumah asli Nias Selatan sejatinya beratapkan daun sagu (rumbia).
Di Boulevard utama terdapat rumah panggung yang menjad semacam hall serbaguna temapat di mana masyarakat berkumpul ul dan petinggi kerajaan/ desa dulunya melakukan musyawarah di sana. Berseberangan dengan balai musyawarah tersebut di tengah jalan (boulexard) terdapat “batu fahombo”, tumpukan batu yang disusun dengan tinggi sekitar 2 meter dan ketebalan 40 cm. untuk dilompati dalam ritual “fahombo batu” (lompat batu).
Di depan batu fahimba itu ada panggung terbuat dari batu dengan sejumlah batu-batu besar di sekeliling Panggung yang dulunya merupakan tempat singgasana penguasa (raja) Bawomataluo.
Di belakang istana terdapat Rumah kediaman Raja, berbentuk rumah adat dengan banyak ruangan dan kamar di bagian dalamnyatapi dalam ukuran besar. Tiang-tiang penyangganya saja seukuran pelukan tangan bahkan ada yang lebih.
Meskippun sudah sudah ditetapkan menjadi Desa Budaya, sayangnya kesadaran bersama untuk menjaga warisan budaya yang sekaligus menjadi tujuan wisata dan pendapatan desa masih kurang. Banyak sampah plastik berserakan dan malahan ada jemuran yang dipampang di titik fokus utama kunjungan wisatawan (batu fahombo dan panggung batu.depan singgasana).
Ada “kolor ijo” tertangkap kamera ketika mengambil foto dekat Batu Fahombo. (ss)