Menelisik Trend Work Life Balance Gen Z

” Refleksi mencari makna kebahagian lewat kemampuan menjaga keseimbangan hidup dengan pekerjaan atau work”

Cekaer.com – Tidak dapat dipungkiri, bekerja merupakan aktivitas utama manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan maupun menunjukkan eksistensi dan aktualisasi diri. Ironisnya, adakalanya pekerjaan mengendalikan seseorang, semua aktivitas terkuras demi pekerjaan, misalnya terjebak “workaholic”.

Workaholic sering didefenisikan sebagai pecandu kerja atau gila kerja, sebuah istilah menggambarkan cara seseorang bekerja secara berlebihan mengesampingkan aspek kehidupan lainnya. Kecanduan kerja bisa berdampak negatif bagi kesehatan mental maupun fisik.

Isi pikiran para workaholic selalu didominasi tentang pekerjaan, terus menerus membicarakan pekerjaan saat waktu luang, bersantai maupun saat berkumpul dengan keluarga. Tidak memiliki komunikasi dan interaksi sosial.

Bekerja terus menerus dianggap sebagai upaya menjadi lebih baik, tidak pernah merasa puas meski terus menerus kerja keras. Merasa cemas atau merasa bersalah jika tidak bekerja, sehingga tidak menyadari kondisinya telah terjebak dalam budaya gila kerja atau hustle culture, tetapi tidak dapat mengendalikan diri terhadap dorongan kerja terus menerus itu.

Efek positif workaholic dapat membantu mencapai kesuksesan karir karena dinilai menunjukkan dedikasi tinggi maupun mampu melakukan pekerjaan sangat baik. Tetapi workaholic juga dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan mental, stress, cemas dan kelelahan mental maupun depresi.

PEKERJAAN DI MATA GEN Z

Generasi Z, mereka lahir antara tahun 1997 hingga 2021, angkatan kerja yang kini mendominasi, memiliki pergeseran cara pandang terhadap pekerjaan dibandingkan generasi sebelumnya, hal ini terjadi karena pengaruh kemajuan teknologi informasi. Gen Z lahir dan besar di tengah era digital yang berubah serba cepat menjadikan mereka memandang pekerjaan melulu tentang mencari nafkah, tetapi juga tentang memaknai dan mencari kebahagian hidup.

Generasi Z telah membawa perubahan signifikan cara pandang terhadap pekerjaan. Mereka tidak mau mengorbankan kehidupan pribadi dan kesehatan mental karena pekerjaan, sehingga muncul trend “work life balance”, yaitu menjaga keseimbangan hidup dengan tuntutan pekerjaan.

Berkat kemajuan digitalisasi pekerjaan, gen z memiliki kemampuan kendali atas waktu dan pekerjaan, bahkan mengarah ke cara kerja jarak jauh (remote work) dan jam kerja fleksibel. Mencari pekerjaan yang sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anut terutama pekerjaan yang memiliki kontribusi positif bagi masyarakat, gaji bukan tujuan utama bekerja.

Mihaly Csikszentmihalyi, Psikolog Hungaria-Amerika, dalam bukunya “Flow : The Psychology of Optimal Experience” (1990) menekankan pentingnya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi untuk mencapai kebahagian dan kepuasaan.

Pada intinya Csikszentmihalyi menjelaskan tentang kondisi mental seseorang fokus dan menikmati suatu aktivitas sebagai pengalaman optimal menimbulkan kebahagian dan kepuasaan, merasa sangat hidup, bersemangat dan produktif, serta merasa memiliki tujuan dan makna hidup.

Untuk mencapai “work life balance”, seseorang harus menetapkan dengan jelas batasan pekerjaan, memprioritaskan pekerjaan yang penting serta fokus pada penyelesainnya, tetapi jangan membawa pekerjaan pada saat istrahat maupun ke rumah. Gunakan waktu istrahat benar-benar untuk istrahat melepaskan diri dari pekerjaan, dan luangkan waktu untuk hobby maupun liburan, terutama luangkan waktu untuk interaksi sosial dan keluarga.

Berdasarkan ilmu psikologi setiap manusia memiliki peran ganda seperti peran sebagai pekerja, anggota keluarga dan teman, maka hindari konflik antar peran itu, dituntut untuk mampu mengelola dan menjaga keseimbangan berbagai peran itu.

Sedangkan berdasarka Teori Manajemen Sumber Daya Manusia, individu memiliki sumber daya terbatas dalam hal waktu, energi dan perhatian sehingga dituntut agar mampu mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif untuk pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Sementara “Satisfaction Theory” menyatakan, kepuasaan dalam pekerjaan dan kehidupan pribadi saling mempengaruhi, ketika seseorang merasa puas dengan kedua aspek tersebut maka akan tercapai “work life balance”.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top