Catatan Perjalanan Wisata ke Raja Ampat, Papua Barat Daya

Cekaer.com – Perjalanan menuju Raja Ampat umumnya ditempuh melalui perjalanan udara menuju Bandara Kota Sorong (Domine Eduard OsoK) dan dilanjutkan dengan kapal cepat (speedboat) ke Waisai (Ibukota Kabupaten Raja Ampat). Dari sana baru dilanjutkan lagi dengan boat atau Perahu Phinisi menuju spot-spot wisata yang akan dituju.
Sesuai kesepakatan dalam pembicaraan di WA Group, rombongan teman sekampus yang akan ikut visata ke Raja Ampat berkumpul terlebih dulu di Sorong di kediaman Edson, pada tanggal 19 Oktober. Menginap dan rehat sehari untuk keesokan harinya kami memulai perjalanan 3 hari 2 malam mengeksplor spot-spot wisata di Raja Ampat.
Tanggal 20 Oktober sekitar pukul 8.00 WIT rombongan sudah sampai di Marina Sorong. Di sana Kapal Boat berikut awak kapal dan anggotanya Edson sudah menunggu dan menyiapkan berbagai kebutuhan untuk mengeksplor Raja Ampat. Kurang lebih pukul 9.00 WIT sauh dibongkar, kamipun bertolak meninggalkan Marina dengan tujuan awal Piaynemo.
PIAYNEMO
Piaynemo merupakan salah satu lokasi paling ikonik di kawasan Raja Ampat. Pemandangan gugusan ratusan pulau-pulau batuan karst yang berserakan menyembul dari hamparan laut biru kehijauan,-, seperti tercetak di uang kertas pecahan seratus ribu rupia-,, merupakan daya tarik dan keindahan utama Geosite Piaynemo.

Sejak November tahun 2017, Kementerian Kemaritiman dan Perikanan Indonesia telah menetapkan Raja Ampat sebagai kawasan Geopark Nasional. Penetapan sebagai Geopark nasional ini didasarkan pada biodiversity, geodiversity dan budaya masayarakat lokal.
Lokasi Geosite Piaynemo Bejarak sekitar 115 km dari Kota Sorong berada di Desa Pam, Distrik (Kecamatan) Waigeo Barat.
Lebih 2 jam kami diguncang-guncang dalam boat yang melaju dengan kecepatan sekitar 30- 40-an knot, gelombang yang cukup keras ditambah kecepatan kapal membuat guncangan lebih terasa. Untunglah pemandangan laut biru jernih yang indah dengan sesekali latar belakang pulau dan ikan serta lumba-lumba yang terkadang muncul, membuat fokus perhatian lebih tertuju pada pemandangan alam sekitar. Jika tidak tentu sudah akan ada penumpang yang mabok laut efek guncangan kapal.
Tak lama berselang sampailah kami di Dermaga Piaynemo. Di kiri kanan sekitar dermaga terlihat banyak pulau kecil dengan dinding kapur menjulang. Ada 4 kapal boat seukuran yang kami tumpangi dan sejumlah perahu dan speedboat yang sudah bersandar di dermaga. Ketika sandar di dermaga terlihat beragam jenis ikan-ikan kecil berseliwran di air jernih sekitar kapal.
Di dermaga sendiri ada 15-an kios-kios berdinding terbuka dengan bangku panjang berupap papan yang menempel di pagar kios, menjual souvenir, makanan dan minuman.

Kios penjual kelapa muda merupakan kios yang paling ramai dipenuhi pengunjung terutama pengunjung mereka yang baru turun dari puncak bukit (Top view Piaynemo). Di puncak bukit wisatawan bisa menikmati keindahan gugusan batuan karst yang memukau dipandang dari ketinggian, dengan latar lautan biru lazuardi.
Begitu cekatan Pace penjual kelapa mengupas kelapa muda dengan parangnya yang tajam melayani pembeli. Sementara di bangku dan dinding pagar kios banyak pembeli duduk santai melepas lelah memulihkan tenaga sembari menyeruput menikmati air kelapa segar yang mengalir membasahi kerongkongan.
Menuju Top View of Piaynemo, memang harus mehadapi tantangan sekitar 300-an anak tangga curam yang harus didaki untuk sampai ke puncak bukit Piaynemo. Jelas tantangan yang cukup berat bagi rombongan kami yang hampir semuanya adalah “Generasi X” ini.

Pun untuk mendaki ke puncak dibatasi maksimal 30 orang pengunjung karena di puncak pandang Bukit Piaynemo tidak mencukupi untuk menampung lebih dari jumlah tersebut. Ya…, mungkin juga sekaligus mempertimbangkan carrying capacity (daya dukung lingkungan) Piaynemo.
Hari itu cukup banyak pengunjung yang datang ke Piaynemo. Sehingga kami harus antri menunggu untuk menuju ke puncak bukit. Sembari menunggu teman-teman mengambil foto di sekitar dermaga dan gerbang masuk Piaynemo.
Normalnya Perjalanan menyusuri anak tangga untuk sampai ke puncak memerlukan waktu sekitar 30-45 menit. Tapi kami tempuh hampir sejam. Di jalur tangga pendakian menuju puncak memang terdapat beberapa shelter berupa gazebo kecil yang bisa dipakai untuk berisitirahat. Suasana perjalanan mendaki tangga di antara hutan yang rindang dan sejuk membuat masa istirahat di shelter jadi lebih lama. Menikmati suasana alam yang asri, sembari ngobrol, bercanda dan berfoto.

Top Of View Piaynemo
Rasa lelah mendaki menapaki 300-an anak tangga seperti langsung terbayar dengan keindahan pemandangan ketika sudah mendekati puncak, Apalagi sesampainya di Top of View Piaynemo. Pemandangan laut luas dan puluhan pulau-pulau karang sungguh kombinasi yang begitu indah dipandang. Keindahan yang sangat jarang tandingannya.
Kurang lebih sejam di puncak, menikmati pemandangan, kamipun turun. Masih ada antrian pengunjung di bawah dan perut juga sudah mulai keroncongan, ditambah harus melanjutkan perjalanan lagi ke Telaga Bintang dan Kali Biru. (ssi)
Piaynemo…..suatu saat harus ke sana