Jangan Mati Sebelum Melihat Raja Ampat (V)

Catatar Perjanan Wisata ke Raja Ampat, Papua Barat Daya

Cekaer.com – Malam hari di Yalapale suasananya begitu tenang, meski gelap, paparan sinar lampu teras di tepi laut yang bening menampilkan karang dan ikan memunculkan pemandangan tersendiri. Suasananya begitu asyik untuk ngobrol santai sembari menyeruput kopi diiringi terpaan semilir angin laut Misool.

Senja Hari di Misool

Meski rata-rata kami tidur telat malam itu…,-sayang rasanya tidur terlalu cepat di tempat seindah ini-…, tapi hampir semuanya bangun pagi sebelum jam 7.00. Walaupun kebanyakan masih bermalas-malasan di teras depan kamar memandangi indahnya panorama laut dan suasana pagi di Desa Harapan Jaya. Seolah ingin menambah waktu menginap untuk healinghealing.

Foto di Dermaga Homestay Yalapale, Misool Selatan, Raja Ampat

Hari itu, 22 Oktober, rencananya tempat yang akan kami datangi adalah Danau Love dan Danau Ubur-Ubur. Masih di sekitaran Misool.

DANAU LOVE KARAWAPOP

Danau Love, Karawapop merupakan salah satu destinasi wisata yang unik dan mempesona di Raja Ampat. Banyak wisatawan mancanegara yang datang ke Raja Ampat salah satu tujuannya adalah untuk menyaksikan keajaiban alam yang menakjubkan ini.

Danau Love, Karawapop. Misool, Raja Ampat

Danau laut yang berada di kawasan Geosite Karawapop, Kampung Yellu. Distrik Misool Selatan ini sangat terkenal karena keunikan bentuknya yang menyerupai hati. Itulah sebabnya mengapa disebut Danau atau Laguna Love. Gradasi warna danau dengan paduan warna biru tua di bagian tengah dan biru tosca di tepinya terlihat begitu indah. 

Bentuk Hati itu terjadi karena danau laut ini diapit oleh tiga pulau, sehingga apabila dilihat dari atas bentuknya akan menyerupai simbol hati.

Geosite Karawapop, Misool, Raja Ampat

Danau laut adalah ekosistem unik yang pada bagian permukaannya terisolasi dari laut (landlock). Walaupun di permukaan terlihat tidak terhubung, namun bagian danau ini terhubung melalui gua, terowongan, lubang, rekahan, atau sistem perairan dasar danau.

Celah masuk ke Geosite Karawapop

Ekosistem danau laut yang dikelilingi oleh tebing dan bukit karst ini terbentuk bisa terjadi ketika air laut mengisi cekungan akibat kenaikan muka air laut, aktivitas tektonik, atau kombinasi keduanya. Di Kepulauan Raja Ampat sendiri terdapat 55 danau laut, yang 40 diantaranya berada di Pulau Misool.

Tebing Batuan di Gesosite Karawapop

Relatif santai memang di pagi itu. Karena untuk mencapai Geosite Karawapop dari Kampung Harapan Jaya hanya akan makan waktu 20-an menit . Setelah sarapan dan berkemas serta menyiapkan makan siang untuk di perjalanan, sekitar pukul 9 pagi kapal berangkat menuju Karawapop.

Tak sampai setengah jam kami sudah tiba di Kawasan Geosite, yang ditandai dengan banyaknya tebing batuan dan dinding karst.

Pulau-Pulau di Geosite Karawapop

Namun ada sedikit masalah, ketika akan memasuki celah sempit di antara tebing pulau menuju Danau Love, kapal kami mengalami kesulitan karena gelombang dan angin yang mulai bertiup kencang. Juru mudi kesulitan mengarahkan haluan ke celah sempit itu karena hempasan gelombang.

Dermaga Sebelah Barat Karawapop

Setelah mencoba berkali-kali, sekitar setengah jam, kapten pun memutuskan untuk memutari pulau untuk masuk dari sisi lain, Sisi Timur dari celah diantara pulau. dari arah yang berlawanan dari jalan masuk semula.

Butuh waktu 30 menit-an juga untuk mengitari pulau itu karena harus melawan arah dan membelah gelombang yang cukup besar.

Dermaga Karawapop Sebelah Timur Dari Kejauhan

Sampai di mulut celah kedua, ternyata kapal juga tidak bisa masuk untuk menuju dermaga karena air laut sedang meti (istilah lokalnya untuk air laut yang sedang mengalami pasang surut), tidak bisa dilewati kapal, dikhawatirkan akan merusak terumbu karang di jalur masuk ke dermaga.

Kami harus menunggu perahu kecil yang menjemput dan melangsir untuk sampai ke dermaga dan jalan masuk ke pendakian Bukit Danau Love.

Diantar (dilangsir) dengan Perahu Kecil dari Kapal ke Dermaga Karawapop

Hanya ada satu perahu yang tersedia, hanya cukup untuk mengangkut 5 orang sekali jalan. Jadinya rombongan harus antri untuk dilangsir menuju ke dermaga.

Dari dermaga dilanjutkan berjalan kaki sekitar 150 meter melalui trek jembatan papan yang didirikan di atas tiang yang ditanam ke air, untuk menuju gerbang tangga bukit Danau Love.

Jembatan Papan Menuju Danau Love Karawapop

Menyusuri jembatan papan itu, mata kita akan dimanjakan oleh begitu beningnya air laut yang dangkal menampilkan penampakan koloni terumbu karang dan ikan-ikan kecil serta lokan dan kulit kerang besar yang bisa dilihat langsung dengan telanjang mata.

Di ujung jalur papan itu kita akan menemukan pondok, semacam gazebo tempat pengunjung berteduh dan istirahat dari terpaan panasnya sinar matahari. Di depann pondok ada laguna (kolam) yang sangat jernih berwarna kehijauan dengan pasir halus di dasarnya. Tak ada karang di situ, hanya pasir yang butirannya sangat halus dan lembut. Endapan pasir itu yang menyebabka air kolam terlihat berwarna kehijauan.

Main Air di Laguna Depan Tangga Masuk Danau Love

Di tepi kolam dekat tebing dua batang pohon sejenis pandan, yang daunnya sering dibuat atap rumah oleh masyarakat lokal. Sekitar 8 meter dari pohon pandan. Di sisi yang berseberangan dengan pohon pandan ada toilet dan melewati toilet itulah pintu masuk ke tangga pendakian menuju Danau Love.

Untuk bisa memandang Danau Love Karawapop ini, kita memang harus terlebih dulu mendaki tangga kayu naik ke atas bukit. Ada sekitar 200-an anak tangga, tapi anak tangganya cukup curam. Cukup melelahkan dan bisa bikin betis kejang. Tapi tak perlu buru-buru ketika mendaki dan di tangga pendakian tersedia beberapa shelter untuk beristirahat ketika menuju ke puncak bukit.

Tangga Menuju Puncak Bukit Danau Love, Karawapop

Mendekati Puncak, pemandangan indah Danau Love sudah kelihatan. Tapi titik pandang yang paling sempurna adalah di puncak. Di sana tersedia panggung kayu seukuran 6 x 4 meter yang bisa menampung sekitar 15-orang untuk memandang dan mengambil gambar Danau Love.

Sesampai di puncak, rasa lelah di kaki dan badan yang sudah bermandi keringat seperti tak terasakan melihat keindahan pemandangan yang terlihat di sana. Birunya langit, berpadu dengan birunya laut ditambah dengan hijaunya perbukitan dan putih kecoklatan warna pasir ditimpali biru tosca serta biru azzurinya laguna berbentuk hati, sungguh susah untuk digambarkan. Betapa indahnya lukisan alam ini.

Turis Mancanegara di Danau Love Karawapop

Ketika kami sampai di puncak, sudah ada delapan orang turis asal Spanyol yang sedang mengokupasi lokasi panggung. Mengambil foto dan video dengan drone. Kamipun mengantri menanti giliran. Angin sedang bertiup agak kencang, jadi mesti hati-hati mengemudikan drone-nya.

Sekitar 20-an menit rombongan turis Spanyol itu turun, giliran kami sekarang yang menguasai panggung., mengambil foto dan menikmati panorama alam yang begitu indah.

Foto Bareng di Danau Love Karawapop

Hampir sejam bermain-main di Pucak Bukit Karawapop ini, menikmati pemandangan dan mengabadikannya lewat foto. Matahari makin terasa panas menyengat, kulit juga terbakar panas matahari. dan perut mulai terasa lapar. Ini pertanda kami harus turun. Sampai di bawah kamipun menyantap bekal makan siang di pondok dekat laguna di pintu masuk.

Sayang memang, kami terlalu siang tiba Karawapop, ingin tau juga bagaimana rasanya memandang Danau Love itu jika di sore atau senja hari. Pasti panoramanya jauh lebih indah.

Selama kami mendaki dan enikmati panorama di puncak, rupanya air semakin surut. Situasi itu justru sebenarnya membuat pemandangan jadi lebih indah. Tapi kapalpun jadi harus lebih menjauh agar tidak kandas di terumbu karang.

Menunggu Pasang Naik di Dermaga Karawapop

Selesai makan kami harus menunggu air laut naik (pasang naik) supaya kapal bisa lebih mendekat ke dermaga. Cukup lama juga menunggu air naik, hampai dua jam kami terpacak di karawapo ini. Selama menunggu masing-masing teman mengambil kegiatan masing-masing. Kebanyakan berkeliling dan mengambil foto di sekitar Danau Love itu. Ada juga yang bermain air di laguna dan dekat dermaga.

Sekitar pukul 3.00 kru kapal sudah bisa mendekat ke dermaga, walaupun belum bisa merapat. Kamipun bergiliran dilangsir kembali ke atas kapal.

Dilangsir ke Kapal untuk Kembali ke Sorong

Seyogyanya kami akan melanjutkan perjalanan ke Danau Ubur-ubur , tapi karena sudah kesorean dan malam itu kami harus sudah kembali ke Sorong, akhirnya diputuskan untuk membatalkan tujuan ke Danau Ubur-Ubur untuk langsung menuju Sorong. Juru mudi pun langsung tancap gas mengarahkan kapal menuju Marina Sorong.

Marina Sorong

Hampir pukul 6 sore kami tiba di Marina Sorong. Menurunkan barang dan ngopi di Resto Marina sembari menunggu kenderaan yang akan membawa ke Rumah Edson, makan malam dan istirahat di kediamannya. Malam itu kami nyenyak tidur, mungkin karena sudah dua malam kurang istirahat.

EPILOG

Keesokan harinya 23 Oktober, seharian kami menghabiskan waktu di seputaran Kota Sorong. Melihat ssuasana sekitar kota, membeli oleh-oleh dan mencoba makanan lokal di Sorong, serta menyempatkan melihat sunset di Pantai Kaesarea Sorong di sore harinya.

Malam harinya kami menikmati santapan malam yang agak special, khas Kota Sorong, kepala Ikan Tuna bakar. Baru kali itu saya mencicipi hidangan khas ini. Semuanya kami menikmati hidangan lezat ini.

Senja di Pantai Kaesarea, Sorong

Sehabis makan malam kami kembali ke rumah Edson, kemas-kemas dan mengepak barang, bersiap untuk kembali ke daerah asal masing-masing besok paginya. Ada yang akan pulang ke Kalteng, Jakarta, Surabaya dan Medan, serta ada yang akan melanjutkan perjalanan ke Makasar.

Malam itu malam terakhir kami di Papua. Usai packing kami masih ngumpul dan ngobrol-ngobrol sampai tengah malam. Cerita tentang berbagai kejadian dan kesan selama perjalanan di Raja Ampat.

Dermaga Telaga Bintang, Raja Ampat

Video Pendek Diambil Dengan Drone mengabadikan Rombongan di Dermaga Telaga Bintang, Geosite Piaynemo, Raja Ampat

Lewat tengah malam obrolan jadi “agak formal” karena masing-masing kami yang menjadi tamu bergiliran “mandokhata” menyampaikann terima kasih kepada tuan rumah, Edson dan keluarga yang sudah memfasilitasi kunjungan ke Raja Ampat ini. Tanpa fasilitas darinya, mungkin kami nggak akan bisa keliling di Raja Ampat. Kesempatan yang jarang terjadi, melihat keindahan alam dan kepingan surga yang jatuh di Bumi Papua ini. Benar kata Edson sewaktu mengundang kami, “Jangan Mati sebelum Melihat Raja Ampat.” (ssi)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top