Efisiensi Anggaran: Untuk Pertumbuhan Ekonomi Atau Agenda Politik Populis?

Cekaer.com – Hasil survey Litbang Kompas, 4-10 Januari 2025, memperlihatkan tingkat kepuasaan publik terhadap kinerja 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sangat tinggi, yaitu sebesar 80,9 persen, atau menyatakan puas. Sebaliknya hanya sebesar 19,1 persen responden menyatakan tidak puas.

Pencapaian ini bahkan mengalahkan approval rating Jokowi sebelumnya yang mencapai 79 persen. Trend ini semestinya jadi atmosfir pendukung kebijakan dan strategi Presiden Prabowo Subianto mewujudkan obsesinya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen lima tahun ke depan.

Namun banyak kalangan memandang target itu tidak realistis jika dilihat dari prediksi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025. Kementerian Keuangan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 berada di kisaran 5,1-5,5 persen. Bahkan Bank Indonesia memprediksi dengan angka lebih rendah di besaran pertumbuhan antara 4,8-5,6 persen, sementara IMF dan Bank Dunia memprediksi sebesar 5,1 persen.

Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 hanya berada di kisaran 5 persen maka pencapaian target pertumbuhan sebesar 8 persen ke depan bukan merupakan pekerjaan mudah, dan butuh ramuan khusus kebijakan yang tepat sasaran.

Tingkat kepuasaan, atau approval rating yang diberikan masyarakat justru jadi tantangan besar yang mesti diwujudkan lewat realisasi pencapaian target pertumbuhan ekonomi agar suatu saat masyarakat menganggap Presiden Prabowo Subianto hanya melemparkan ilusi.

Tetapi Presiden Prabowo Subianto tidak perlu kuatir terhadap harapan besar masyarakat yang tergambar lewat hasil survey tingkat kepuasaan dan kepercayaan masyarkat yang dilakukan Kompas, karena masyarakat Indonesia itu pada dasarnya baik dan permisif, menerima atau memberi toleransi terhadap sesuatu yang tidak diharapkannya.

Buktinya Presiden sebelumnya Joko Widodo juga memperoleh approval rating tinggi sebesar 79 persen, walau sesungguhnya selama kepemimpinannya pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 10 tahun hanya rata-rata sebesar 5,2 persen. Sementara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mewariskan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,6 persen, dan Presiden Megawati Soekarnoputri mengakhiri jabatannya dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,13 persen.

Saat memberi arahan pada acara Musyawarah Nasional Konsolidasi Persatuan Kadin Indonesia, di The Ritz Carlton Hotel, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2025, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan keyakinannya bahwa Indonesia mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dengan jalan pengelolaan ekonomi dilakukan secara efisien dan berbasis pada logika serta perhitungan akurat. Serta menekankan bahwa pemborosan dan praktik yang tidak efisien harus dihentikan.

Presiden Prabowo Subianto juga menekankan pentingnya peran sektor swasta dalam pembangunan nasional, khususnya di bidang infrastruktur. Pemerintah meyakinkan bahwa tidak akan menghentikan proyek-proyek infrastruktur tetapi menyerahkan sebagian proyek tersebut kepada swasta agar lebih efisien. Program swasembada pangan dan energi terbarukan jadi prioritas utama pemerintahannya.

Komitmen melakukan efesiensi penggunaan anggaran oleh Presiden Prabowo Subianto dipertegas lewat Instruksi Presiden / Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentan efisiensi belanja dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, dan anggara pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2025.

Bentuk efesiensi itu dilakukan dengan memotong belanja perkantoran, pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur dan pengadaan peralatan dan mesin. Membatasi belanja kegiatan seremonial, kajian, studi banding, percetakan, publikasi dan seminar.

Dilakukan juga pengurangan belanja perjalanan dinas sebesar 50 persen, membatasi honorarium, fokus alokasi anggaran untuk pelayanan publik, serta selektif memberi hibah. Sehingga penghematan ini diharapkan menghasilkan efesiensi anggaran tahun 2025 hingga Rp. 306,7 triliun yang akan dipakai mendukung pelaksanaan program-program prioritas pemerintahan Prabowo Subianto.

Setiap kementerian dan lembaga diberi tenggat waktu agar segera menyelesaikan rencana penghematan sesuai Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 yang pada intinya mencapai pemangkasan anggara di seluruh kementerian dan lembaga sebesar Rp. 256,1 triliun.

Namun, Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik, Center of Economics and Law Studies (CELIOS), mempertanyakan efektifitas atau tujuan pemangkasan anggaran yang akan lebih banyak dipakai untuk memenuhi janji kampanye Prabowo Subianto seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).

Akhmad Akbar Susanto,S.E., M.Phil.,Ph.D, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada juga mengingatkan dampak makro ekonomi yang ditimbulkan kebijakan pemangkasan anggaran, terutama jika dilakukan pemotongan anggaran di sektor-sektor produktif seperti infrastruktur pokok, pendidikan dan kesehatan, karena dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, berdampak negatif terhadap investasi publik, penciptaan lapangan kerja dan produktivitas tenaga kerja.

Oleh karena itu pemotongan anggaran harus disertai dengan strategi yang jelas dalam menjaga stabilitas ekonomi, sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian di kalangan dunia usaha dan investor. Sektor swasta harus tetap diyakinkan bahwa pemerintah tetap berkomitmen pada kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi.

Efesiensi atau pemotongan anggaran sebagai strategi mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen lima tahun mendatang selain sebagai sebuah harapan baru untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat patut diapresiasi jika dapat terealisasi sebagaimana optimisme yang ditunjukkan Presiden Prabowo Subianto, namun kekuatiran terhadap program penghematan aggaran akan tersedot oleh program populis layak juga dipertanyakan, agar tujuan awal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang terkesan ambisius tidak sekedar janji manis.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top