
Cekaer.com, Medan – Mahasiswa harus hadir serta terus menyerukan kepada masyarakat tentang kebijakan pemirintah yang tidak pro terhadap rakyat. hal ini disampaikan D tumonggi Sianturi selaku Direktur Bhinneka Project.
Selain itu Pemerintah hari ini harus terus melakukan evaluasi terhadap program kerja yang sedang berjalan dan program kerja turunan dari pemerintahan sebelumnya yang tidak pro terhadap rakyat dan keluar dari bayang-bayang Jokowi. untuk itu, Bhinneka projek akan terus hadir dalam diskusi berkelanjutan Bersama mahasiswa, masyarakat dan organisasi lainnya.
Manfaatkan momentum Seratus hari Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka disikapi Bhinneka Project lewat diskusi publik bertajuk ‘Qua Vadis Pemerintahan Prabowo’ di Caffe Kave Medan pada Rabu, 29 Januari 2025.
Antara lain sebagai narasumber seperti Leonardo Marbun SSos selaku pengamat sosial dan Rianda Purba SSos selaku Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara. Diskusi dipandu oleh Samuel Gurusinga sebagai moderator serta Direktur Bhinneka Project, D Tumonggi Sianturi.
Rianda Purba mengapresiasi diskusi publik ini yang bertujuan memperkuat konsolidasi untuk memperjuangkan hak masyarakat dan bersama-sama menolak Program Food Estate dikarenakan kebijakan Presiden Prabowo berpotensi melanggar konstitusi.
“Oleh karena itu demokrasi & lingkungan harus diperjuangkan bersama dan mengawal bersama setiap kebijakan agar tetap sesuai dengan prinsip demokrasi dan berkelanjutan. Sebagai contoh Food Estate di Siria-ria lebih menguntungkan investor daripada petani lokal dan pemerintah gagal menerapkan pendekatan berbasis ilmu dan partisipasi masyarakat,” katanya.
Konversi hutan lindung untuk food estate, lanjut Rianda Purba menyebabkan potensi bencana ekologis, ancaman terhadap keanekaragaman hayati di beberapa daerah Sumatera Utara.
“Oleh karena itu Program Food Estate bukan solusi ketahanan pangan, tetapi proyek agribisnis yang merugikan petani. Pemerintah harus menghentikan proyek ini dan mengutamakan reforma agraria sejati, kedaulatan pangan harus dikelola oleh petani, bukan perusahaan,” tegas dia.
Praktisi sosial Leonardo Marbun menjelaskan tentang beberapa program pemerintahan Prabowo seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG) perlu dikoreksi sebab dapat berdampak pada ketidakmandirian masyarakat.
“Sesungguhnya masyarakat kita sebagai masyarakat tradisional memiliki tradisi beternak, bertani untuk memenuhi gizi bahkan nelayan sebagai penghasil ikan juga memiliki kemampuan memenuhinya. Pemerintah seharusnya lebih mengarahkan programnya agar masyarakat miskin berdaya secara ekonomi, lebih sejahtera, akses terhadap sumberdaya alam lebih adil,” ujar dia.
Praktek penguasaan sumberdaya alam oleh oligarki ini, kata dia sudah disaksikan bersama seperti pagar laut. Oleh karena itu menurut Leonardo diskusi ini sangat penting merawat tradisi intelektual, membangun kesadaran publik agar peka terhadap kebijakan yang dapat merugikan rakyat.
Hadir sebagai peserta diskusi antara lain dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Armando Sitompul (Ketua DPD GMNI Sumut), dan Joel Tampubolon (PP PMKRI).